BAB I 
PENDAHULUAN 

Al-Quran sebagai petunjuk bagi umat mengadung dasar-dasar akidah, akhlak, dan hukum. Penjelasan lebih lanjut diberikan oleh Rasulullah SAW engan sunahnya seingga sepanjang hidup beliau, hukum setiap kasus dapat diketahui berdasarkan nash al-Quran atau sunnahnya. Namun, pada masa berikutnya, masyarakat menglami perkembangan pesat. Wilayah kekuasaan islam semakin luas dan para sahabat pun tersebar ke berbagai daerah seiring dengan arus ekspnasi yang berhasil dengan gemilang. 

Selain aktif dalam jihad dan dakwah, para para sahabat terkemuka juga mengemban tanggung jawab sebagai rujukan fatwa dan informasi keagamaan bagi umat di daerah yang mereka datangi. Kontak antara bangsa arab dan bangsa-bangsa lain di luar arab dengan corak budayanya yang beragam segera meninmbulkan berbagai kasus baru yang tidak terselesaikan dengan tujukan lahir nash semata-mata. Untuk menghadapi hal itu, para sahabat terpaksa melakukan ijtihad. Tentu saja mereka tetap mepedomani nash-nash al-Quran atau hadis dan hanya melakukan ijtihad secara terbatas, sesuai dengan tuntutan kasus yang dihadapi. Pada masa berikutnya tanggung jawab itu beraslih kepada para tokoh tabi’in, kemudian tabi’ al-tabi’in, dan selanjutnya kepada para ulama mujtahid dari generasi berikutnya. 

BAB II 
PEMBAHASAN 

2.1. Pengertian Ushul Fiqh 
Pengertian Ushul Fiqh dapat dilihat sebagai rangkaian dari dua buah kata, yaitu : kata Ushul dan kata Fiqh; dan dapat dilihat pula sebagai nama satu bidang ilmu dari ilmu-ilmu Syari’ah. 

Dilihat dari tata bahasa (Arab), rangkaian kata Ushul dan kata Fiqh tersebut dinamakan dengan tarkib idlafah, sehingga dari rangkaian dua buah kata itu memberi pengertian ushul bagi fiqh. 

Kata Ushul adalah bentuk jamak dari kata ashl yang menurut bahasa, berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi yang lain. Berdasarkan pengertian Ushul menurut bahasa tersebut, maka Ushul Fiqh berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi fiqh. 

Sedangkan menurut istilah, ashl dapat berarti dalil, seperti dalam ungkapan yang dicontohkan oleh Abu Hamid Hakim : “Ashl bagi diwajibkan zakat, yaitu Al-Kitab; Allah Ta’ala berfirman: “…dan tunaikanlah zakat!.” Dan dapat pula berarti kaidah kulliyah yaitu aturan/ketentuan umum. 

Dengan melihat pengertian ashl menurut istilah di atas, dapat diketahui bahwa Ushul Fiqh sebagai rangkaian dari dua kata, berarti dalil-dalil bagi fiqh dan aturan-aturan/ketentuan-ketentuan umum bagi fiqh. 

Fiqh itu sendiri menurut bahasa, berarti paham atau tahu. Sedangkan menurut istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Sayyid al-Jurjaniy, pengertian fiqh yaitu “Ilmu tentang hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci.” 

Atau seperti dikatakan oleh Abdul Wahab Khallaf, yakni: “Kumpulan hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci”. Yang dimaksud dengan dalil-dalilnya yang terperinci, ialah bahwa satu persatu dalil menunjuk kepada suatu hukum tertentu, seperti firman Allah menunjukkan kepada kewajiban shalat. 

Dengan penjelasan pengertian fiqh di atas, maka pengertian Ushul Fiqh sebagai rangkaian dari dua buah kata, yaitu dalil-dalil bagi hukum syara’ mengenai perbuatan dan aturan-aturan/ketentuan-ketentuan umum bagi pengambilan hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci. 

Tidak lepas dari kandungan pengertian Ushul Fiqh sebagai rangkaian dari dua buah kata tersebut, para ulama ahli Ushul Fiqh memberi pengertian sebagai nama satu bidang ilmu dari ilmu-ilmu syari’ah. Misalnya Abdul Wahhab Khallaf memberi pengertian Ilmu Ushul Fiqh dengan : “Ilmu tentang kaidah-kaidah (aturan-atura/ketentuan-ketentuan) dan pembahasan-pemhahasan yang dijadikan sarana untuk memperoleh hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci.” 

Pengertian Ilmu Ushul Fiqh yang dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah sebagai berikut : “Ilmu tentang kaidah-kaidah yang menggariskan jalan-jalan utuk memperoleh hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan dan dalil-dalilnya yang terperinci.”